Jumat, 05 November 2010

Menjual diri, menjelang mati

...
Dada ini tetap kopong, meski nafasku kian terhimpit,...
menyadari dahi ini samar berdenyut,
tanpa suara di antara nyata ingar bingar hampa,...
...

Kemudian lisan ini tak henti menggumamkan,
rapal cinta dan pertaubatan tanpa nyawa, entah apa diharapnya,...
:masa yang lebih panjang, atau ganjaran dunia?
lantas ke mana hakikat itu? —setahuku bukan itu,
(Di Mana Engkau dalam hidupku, hidupMu?)

Perlahan aku coba mensketsa,
Dan noktah hitam, yang memang acapkali menjengkal dangkalan,...
Berhiaskan wajah-wajah yang terkesima di hadapan kepalsuan,
dalam rayu, mencabik-cabik bangkai hati yang membeku batu
Tak ubahnya aku seperti pembodoh dengan permainan sulapnya, mengemis iba,
menjual diri pada mucikari ilusi,...

—dan gumam sunyi itu kian kehilangan jiwanya,
menyisakan satu melodrama, serta aku yang bernarasi fiksi...

Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah,
Izinkan aku Wahai Cinta, membudak padaMu saja,...
Share :
Facebook Delicious Digg! Twitter StumbleUpon Technorati Google Bookmarks

0 comments:


Posting Komentar